Lngsung aj yuuuk baca.y.........
Sebuah persinggahan dengan
bunga-bunga yang bermekaran. ruang yang selalu mempermainkanku pada
keindahan yang memesona. Derai angin selalu mengantarkan harum mawar,
hingga membuatku mabuk kepayang. Betapa indahnya tempat ini, betapa aku
ingin selalu di sini.
Aku seorang yang masih jomblo pada
persinggahan itu, sikap pendiam dan pemalu terngaung, menutup rasa
cinta. mungkin suatu yang terpendam membentuk puncak es di hati. Beku,
semakin hari semakin membatu. aku semakin tidak yakin kalau suatu saat
gunung es itu mampu mencair. Semua tahu matahari selalu terbit dari arah
timur ke barat bukan dari utara keselatan. Sehingga, es di kutub utara
tak akan pernah mencair.
Chelsy, nama itulah yang mendermaga di
lubuk hatiku, ukiran nama Chelsy membekas di setiap sysraf-syaraf
otakku. Kamar yang berhadap-hadapan, latar itulah yang selalu memberiku
kesempatan bertatapan dengannya. Aku selalu rindu adegan itu, selalu
membuat hatiku berbunga, kala mata kami beradu dalam sebuah lingkaran.
hingga menumbuhkan bercak-bercak cinta yang mendalam, serupa gulma di
musim penghujan.
“Jek apa kamu tidak bosan hidup sendiri, Tanpa pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita?” ucap sem.
Pertanyaan
itulah yang selalu membuatku terdiam atau terpuruklah itu. Sepertinya,
tidak ada kata-kata yang dapat kurangkai untuk menjawab, karena serba
salah dan semuanya tolol.
Hatiku bagaikan es di kutub utara yang
tidak tahu, kapan bisa mencair, karena semakin hari semakin memuncak
oleh kata-kata dan perasaan yang tak bisa kucairkan pada sebuah daratan.
Aku
benci pada diriku, menyesal hidup seperti ini. penakut, pendiam,
pemalu, sifat yang lumrah dimiliki seorang wanita, tapi aku seorang
lelaki yang sepantasnya berani mengungkapkan kata cinta pada seorang
wanita. bukan pemalu dan hanya menunggu ungkapan cinta seorang bidadari.
“Sampai kapan?” teriakku. Aku tak ingin hidup seperti ini. hidup dalam bayang-bayang cinta yang yang kelam.
Kupandang
hidupku kebelakang. Mengingat-ingat prilaku yang hanya diam. waktu yang
tidak kugunakan, semuanya sia-sia. Ke kampus lalu tidur di kosan,
kadang membuat kamar seperti pabrik, oleh gumpalan asap rokok yang tak
pernah berhenti, keluar-masuk dari mulutku.
Hari ini hari sabtu,
libur di kalangan mahasiswa. Kosan terasa amat sepi. penghuni kosan
menikmati hari libur, menghilangkan kejenuhan oleh rumus-rumus,
pengertian-pengertian, istilah-istilah dan ilmu-ilmu, selama lima hari
berturut-turut.
Bepergian atau berbelanja untuk menenangkan
pikiran, bukan bagian hidupku. Dikala libur biasanya kuhabiskan waktu
untuk menulis puisi, menyusun nada-nada menjadi musikalisasi. hanya
itulah yang dapat menghiburku. Bukan hanya pikiran tetapi hati yang
sudah membeku sekejap merasakan kehangatan oleh untayan kata-kata dan
nada-nada yang mengalun dengan sendu. Sepertinya, menyuarakan
kesendirian dan kejenuhanku. mungkin saja kepada nyamuk atau kecoak yang
selalu menemaniku.
Pada sebuah siang yang panas, aku melihat
sosok seorang gadis, tiba-tiba jantungku bergemuruh. ya itu Chelsy.
sepertinya dia berjalan menuju kamar mandi. mungkin sebentar lagi dia
juga akan bepergian atau bersenang-senang, sebagaimana teman-teman yang
yang lain. Sejenak kupandang sosok gadis itu, terpintas suatu ide dalam
benakku, tapi masih mengapung-apung. Karena, untuk melakukannya
diperlukan suatu keberanian. Kutenangkan jiwaku, kutepis semua rasa
takut, kurangkai kata-kata yang mungkin kuungkapkan untuknya, saat itu
juga.
Kakiku mulai gemetar. kutuntun untuk melangkah keluar dari
kamar kosan. kulihat sekeliling, sepertinya sepi. “Mungkin semuanya
sudah pada pergi.” Bisikku dalam hati. kudekati kamar mandi itu.
kutunggu hingga celsy keluar.
Ketika, berada di depan pintu kamar
mandi, aku sempat barhayal. Mungkin kenekatanku itu akan membuatku malu
seumur hidup, tapi aku tidak peduli soal itu, mungkin itu suatu
pengorbanan untuk meraih cinta.
Terlalu lama melamun, membuatku
tersentak kaget. melihat Chelsy sudah dihadapanku. dia juga kaget. dari
raut wajahnya sepertinya dia malu, karena tubuh mungilnya hanya ditutupi
handuk lembutnya saja.
Kulangkahkan kakiku mendekatinya, kuraih
tangannya lalu kutarik kedalam kamar mandi itu lagi. awalnya dia sangat
berontak, dia takut kalau aku berbuat senonoh pada tubuh indahnya yang
memesona, namun akhirnya dia mulai tenang, saat aku berlutut di
hadapannya dan mengungkapkan semua isi hatiku kepadanyanya.
Dia
hanya bisa terdiam, mungkin dia kaget atau marah atas kelakuanku yang di
luar pikirannya. Namun, aku tak perduli apa pendapatnya tentang diriku.
Kini
es dikutub utara sudah mencair, mengalir ke samudra-samudra,
menggenangi seluruh rawa yang dulu kering dan laut yang lama surut telah
penuh kembali. Mungkin panasnya bumi oleh asap pabrik, asap kendaraan
dan hutan yang di gundul para penebang-penebang liar.
Dalam suasana hening itu, tiba-tiba bibir lembutnya memancarkan kata-kata yang sangat berharga untukku.
“sebenarnya
aku sudah lama memendam perasaan yang sama denganmu, aku juga suka sama
kamu, aku sudah lama menunggu masa-masa seperti ini.” ucapnya sedikit
malu.
Jawapan yang begitu singkat, namun telah menjawab semua
teka-teki yang tak pernah bisa terjawab olehku, bahkan pakar sekalipun.
Hanya Celsylah yang bisa menjawabnya. dituntunnya aku untuk berdiri,
lalu kicium tangan yang kugenggam dari tadi. masih terasa harum, seperti
mawar putih yang mekar di pagi hari.
“Aku pamit dulu! jangan
lupa, nanti malam kita ke taman, menikmati malam dan melihat
bintang-bintang. aku akan menunjukan kepada bulan, bintang, angin yang
berhembus pada pohon-pohon, bahwa aku sudah mencairkan puncak es di
hatiku.”
Dia menjawabnya dengan anggukan dan senyuman yang
lembut, dengan sedikit malu. kulihat sekeliling kosan masih terasa sepi.
“Mungkin mereka masih asik menikmati hari liburnya.” Pikirku.
Aku
langsung berlari menuju kamar. Dari jendela kamar itu, terus kupandangi
bidadariku itu, seperti yang sering kulakukan sebelum cinta itu mencair
pada sebuah daratan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar